Tuesday, April 16, 2013

BELAJAR MENGENAL TV 3D, 3 DIMENSI

Mari belajar bersama mengenai tv 3 dimensi, 3D

“Keunggulan produk ini bisa merubah saluran Televisi 2D menjadi siaran 3D dan dilengkapi WiFi untuk koneksi internet. Meski canggih namun untuk menonton TV 3D tetap diperlukan kacamata khusus 3D.”(1)
Terobosan teknologi yang luar biasa. Pertanyaannya, apakah benar “bisa merubah saluran Televisi 2D menjadi siaran 3D” begitu saja?


Akhir-akhir ini mulai bermunculan iklan, baik di media cetak maupun eletronik, produk Televisi yang menawarkan gambar 3D (3 Dimensi); Televisi 3D.
Tayangan Televisi yang sekarang kita nikmati hanya terdiri dari 2 dimensi, lebar dan tinggi. Gambar 3 dimensi, meskipun permukaannya rata, tetapi bila dilihat, nampaklah sebuah ruangan/ kedalaman dengan obyek timbul seperti nyata. Seperti halnya melihat isi akuarium.
Secara umum, Gambar/ tampilan 3D dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan cara melihatnya; yaitu memakai alat (kacamata, stereoskop dll) dan tidak memakai alat.
Memakai Kacamata (Stereoscopic)
- Anaglyph (Kacamata Red-Cyan)
- Polarization (Kacamata terpolarisasi pasif), untuk bioskop 3D.
- Alternate-frame sequencing (lensa active shutter)
Tanpa Kacamata: Autostereoscopic atau Auto 3D
Teknologi TV 3D sbb:
- lenticular lenses
- parallax barriers
Sampai saat ini teknologi Auto 3D belum diterapkan ke produk Televisi. Masih berupa produk dan pasaran terbatas; misalnya laptop 3D LCD (Sharp), 3D mobile phone (Hitachi) dan kamera digital Fujifilm FinePix Real 3D W1 (Fujifilm), dan Nintendo 3DS (Nintendo).(6)
Diluar itu semua, baik yang memakai kacamata maupun yang tidak, keduanya mempunyai persamaan yaitu membutuhkan program siaran TV yang menggunakan lebih dari satu kamera. Dengan kata lain, TV 3D membutuhkan ‘pasokan’ dua atau lebih sumber gambar. Bagaimana dengan siaran TV di Indonesia sendiri?
Mari perhatikan. Berikut ini akan dikupas cara kerja salah satu tampilan 3D, yaitu yang memakai kacamata Red-Cyan.
GAMBAR ANAGLYPH
Definisi gambar anaglyph adalah 1 (satu) buah gambar yang dibuat dari
penyatuan 2 (dua) gambar melalui proses filter warna. Kedua Gambar ini diambil pada saat bersamaan tapi dengan sudut pengambilan berbeda .
Gambar atau Film 3 dimensi misalnya Avatar (James Cameron, 2009) atau Polar Express (dibintangi oleh Tom Hank, 2004), diambil 2 gambar ~dengan 2 kamera~, masing-masing gambar akan mengalami proses filter warna, lalu dilebur jadi satu.
Bagannya sebagai berikut:

Proses yang rumit ini, walaupun untuk melihatnya memang memakai kacamata 3D, tapi tidak memerlukan media Televisi 3D atau media yang muluk-muluk. Dengan Televisi biasa anda sudah bisa menikmatinya, karena proses filter warnanya telah dikerjakan di Pusat produksi Film.
IMPIAN 3 DIMENSI
Dari skema di atas terlihat, bahwa untuk mewujudkan impian tontonan 3 dimensi di rumah, ada 1 pihak yang sebenarnya berperan secara penuh, bukan pada Produsen TV dengan cara memproduksi Televisi 3D, namun lebih pada peran Pihak stasiun TV.
Sumber gambar yang akan ditampilkan harus di’syut’ dengan 2 (dua) kamera pada saat bersamaan. Ke-2 gambar tersebut lalu di filter warnanya, di lebur jadi 1 gambar untuk kemudian dipancarkan ke pesawat Televisi masing-masing. Penonton tetap diharuskan memakai kacamata 3D.
Untuk mudahnya, bayangkan saja seorang kamerawan nantinya akan menggotong dua kamera (Double-Camera) berlarian kesana kemari memburu berita, agar bisa ditampilkan liputan aktual 3 dimensi.
Penting diperhatikan bahwa posisi Double-Camera ini harus senantiasa sejajar dengan bidang horizontal. Miring sedikit sudah tidak bisa menghasilkan gambar 3 dimensi.
TELEVISI 3D (3 DIMENSI)
“Cara kerja dari teknologi 3 dimensi ini adalah mengambil gambar dengan 2 kamera atau lebih, yang nantinya dibagi gambar untuk mata kanan dan mata kiri. Yang menggunakan kacamata khusus untuk menyatukan gambar-gambar tesebutyang akan menciptakan ilusi ke dalam 3 dimensi”.(2)
Jelas sekali bahwa Televisi 3D ini ‘tergantung’ pada dukungan pihak stasiun Televisi. Mengharapkan pancaran 2 gambar dari stasiun TV lalu diolah di pesawat TV 3D menjadi 1 gambar 3 dimensi.
Nah, itu kalau ada dukungan?
Walaupun nantinya ada dukungan pun, Pihak Stasiun TV masih mempunyai dua opsi, ditinjau dari sisi ekonomi yang menguntungkan;
- 2 gambar difilter sendiri menjadi 1 gambar, lalu dipancarkan, ataukah
- 2 gambar langsung dipancarkan? nantinya di filter oleh pesawat TV 3D.
Bila opsi kedua dipilih, kita tentu mengharapkan agar jangan sampai di TV BIASA tampilannya malah jadi buram, karena kedua gambar saling bertumpukan…
TV 3D TANPA DUKUNGAN STASIUN TV
Bila kemunculan produksi TV 3D tanpa dibarengi dukungan stasiun TV, pesawat Televisi 3D ini dipastikan tidak ada gunanya, walaupun tetap akan memproses SATU gambar yang diterima, mem-filter warnanya, tapi gambar yang dihasilkan tetap sama dengan TV biasa.
Konsumen tetap disuguhi tontonan 2 dimensi walaupun warnanya telah difilter. Sudah harga produknya mahal (Harga TV 3D antara 20-30 Juta, kacamatanya 800ribu hingga 2 juta per buah), ironisnya lagi, diawali rebutan kacamata dengan keluarga yang lain, padahal barangnya untuk kemudian tak terpakai…
Kemungkinan masuk akal adalah munculnya Stasiun TV baru khusus siaran 3D dengan beban biaya tambahan untuk mengakses siarannya.
TIPE TV 3D YANG MEMBODOHI PUBLIK
Ini yang perlu kita waspadai, jangan sampai kita menjadi konsumen yang dibodohi, bila teknologi tersebut ternyata hanya membuat modifikasi 2 gambar dari 1 gambar yang ditangkap, lalu masing-masing gambar difilter warnanya untuk digabung menjadi 1 gambar lagi.
Hasil akhir tampilan memang gambar Anaglyph dan untuk menontonnya juga diharuskan memakai kacamata. Tetapi di sini TIDAK ADA EFEK 3 DIMENSI yang bisa diamati!
Perhatikan Perbedaannya di bawah ini:



Kasus seperti ini mengingatkan penulis di era tahun 90-an, ketika menjamurnya produk Tape/ Walkman stereo. Speaker/ Earphone di kedua sisi diklaim memiliki efek Stereo, ini jelas penyesatan/ pembodohan terhadap konsumen. Padahal sewaktu diintip ‘Head‘-nya (Alat yang akan menyentuh Pita kaset bila di ‘Play‘) cuma terdapat 2 kaki ~Head Stereo seharusnya 4 Kaki~.
Produk tersebut sebenarnya hanyalah Tape Mono, 2 kaki Head terhubung masuk Pre-amp, Equalizer kemudian Amplifier. Keluaran Amplifier baru bercabang menjadi dua untuk Speaker kanan dan kiri. Pada Tape Stereo, 4 kaki Head terhubung ke Double-Pre-amp, Double-Equalizer kemudian Double-Amplifier, tentu saja keluaran pun double, suara Speaker kiri kanan berbeda untuk musik-musik tertentu yang mendukung efek stereo.
Apakah anda termasuk konsumen yang saat itu dibodohi? Silahkan cek jumlah kaki Head di Tape ‘Stereo’ anda…
Maka, seperti halnya Tape stereo yang tidak bisa dinilai hanya dengan melihat fisik luarnya atau adanya label “Stereo”, Televisi 3D pun tidak bisa dinilai hanya dengan munculnya gambar Anaglyph atau pemakaian kacamata 3D.
KESIMPULAN
1. TV 3D bisa bekerja bila ada dukungan ‘Double-Camera’ dari Stasiun TV yang memancarkan kedua tangkapan gambarnya.
2. Selama stasiun TV masih menggunakan 1 kamera untuk men-syut segala aktifitasnya, atau ‘Double Camera’ tapi difilter sendiri di Pusat Produksi, maka Pesawat Televisi 3D tidak ada gunanya. Anda hanya akan dibebani biaya tambahan untuk siaran khusus 3D dari stasiun TV Khusus.
3. Seharusnya teknologi 3 dimensi diaplikasikan pada Pihak Stasiun TV, bukan dengan memproduksi TV 3D.

sumber/tulisan dari mas genghis khun, terima kasih untuk mas genghis khun, Pengamat Teknologi, informasi ini sangat berguna sekali buat saya belajar, semoga sukses selalu.

1 comment:

Genghis Khun said...

Terima kasih juga. semoga bermanfaat

genghiskhun(dot)com